Nats: Yudas 1:17-23
Surat Yudas sangat singkat, hanya satu pasal, tetapi nadanya menyala. Penulisnya adalah Yudas, saudara Yakobus — berarti kemungkinan besar saudara tiri Yesus. Surat ini ditulis kepada jemaat yang sedang diguncang oleh guru-guru sesat yang menyusup “tanpa disadari” (Yud 1:4), yang memutarbalikkan kasih karunia jadi alasan buat hidup sembarangan.
Ayat 17-23 adalah bagian penutup pastoral. Setelah keras menegur dosa, Yudas tidak menyisakan jemaat dalam ketakutan. Ia mengajar bagaimana bertahan. Bukan dengan paranoia, tapi dengan memelihara diri dalam kasih Allah.
Kata “peliharalah dirimu dalam kasih Allah” (Yud 1:21) dipakai dalam bentuk perintah terus-menerus: τηρήσατε ἑαυτούς ἐν τῇ ἀγάπῃ τοῦ θεοῦ (tērēsate heautous en tē agapē tou theou). Artinya: jagalah terus, jangan lepas, jangan tidur. Ini bukan pasif. Ini disiplin rohani sehari-hari.
Saudara-saudara, listrik kalau dicolok tapi colokannya longgar, lampu masih nyala sebentar… lalu redup… lalu padam. Pertanyaan jujur: rohani kita itu nyala stabil, redup, atau sebenarnya sudah padam tapi cuma casing-nya masih kelihatan rohani?
Siapa di sini yang pernah hadir di gereja secara fisik, tapi hati rasanya sudah absen lama?
Yudas mengerti rasa itu. Dunia makin melelahkan. Iman diuji. Tapi Yudas berkata: Jangan biarkan jiwamu lepas dari soket kasih Allah.
Tema khotbah kita hari ini: “Memelihara Diri dalam Kasih Allah.” Kita akan belajar tiga hal praktis:
Mari kita masuk poin pertama. Bagaimana memelihara diri dalam kasih Allah dimulai? Dengan ingatan yang benar.
“Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, ingatlah (Yunani: μνήσθητε / mnēsthēte, artinya: terus panggil kembali ke pikiranmu) akan apa yang dahulu telah dikatakan oleh rasul-rasul Tuhan kita Yesus Kristus.” (ayat 17)
Yudas bilang: Jangan hidup reaktif. Kita sering kaget: “Kok dunia makin jahat?” “Kok orang rohani jatuh?” “Kok gereja bisa retak?” Rasul-rasul sudah bilang itu akan terjadi. Ayat 18: “Akan tampil pengejek-pengejek… yang hidup menuruti hawa nafsunya yang fasik.”
Ayat 19 menyebut mereka “pembuat perpecahan”, “duniawi”, “tidak mempunyai Roh.” Kata “ψυχικοί / psychikoi” (duniawi) artinya: digerakkan hanya oleh naluri manusia, bukan oleh Roh Kudus. Mereka kelihatan pintar, bahkan rohani, tapi sebenarnya daging yang pegang setir.
Aplikasi Praktis:
Ilustrasi:
Waktu pilot terbang dan badai datang, dia tidak buang pesawatnya. Dia buka instrumen. Firman adalah instrumen kita. Kalau kita buang Firman, kita terbang cuma pakai perasaan — dan perasaan mudah ditipu awan.
Jadi poin pertama: jangan hilang ingatan rohani. Imanmu goyah bukan karena badai, tapi karena kamu lupa manual terbangnya. Nah, setelah kita ingat Firman, apa langkah konkretnya? Masuk poin kedua.
Ayat Paralel
Ayat 20: “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, bangunlah dirimu sendiri di atas dasar imanmu yang paling suci…”
Kata “bangunlah” di sini dari kata Yunani ἐποικοδομοῦντες / epoikodomountes: gambarnya seperti menambah lantai demi lantai pada sebuah rumah. Ini proses bertumbuh, bukan sekali jadi.
Lalu: “…dan berdoalah dalam Roh Kudus.” Doa di sini bukan sekadar rutinitas hafalan, tapi doa yang disejajarkan dengan kehendak Roh, bukan sekadar keinginan diri.
Ayat 21 adalah pusat khotbah kita: “Peliharalah dirimu dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus untuk hidup yang kekal.”
“Peliharalah” = τηρέω / tēreō, artinya menjaga dengan hati-hati, seperti menjaga sesuatu yang sangat berharga agar tidak dicuri. Jadi ini bukan cuma “Tuhan, kasih-Mu cukup ya”. Ini: “Aku akan sengaja tinggal di dalam kasih-Mu, bukan di luar pagar-Mu.”
Aplikasi Praktis:
Ilustrasi:
Di beberapa gedung besar ada maintenance team yang keliling terus, ngecek listrik, air, ventilasi. Kenapa? Karena gedung tidak rawat diri sendiri. Jiwa Saudara juga begitu. Pertanyaan hari ini bukan “kamu sudah pelayanan berapa lama?” tapi “kamu rawat jiwamu atau dibiarkan bocor?”
Jadi: Poin kedua bicara formasi pribadi. Tapi Injil tidak berhenti di “aku dan Tuhan”. Kasih Allah yang memelihara kita akan selalu meluber keluar. Itu masuk ke poin ketiga.
Ayat Paralel
Ayat 22-23 bicara tiga kelompok orang yang harus kita layani:
Aplikasi Praktis Jemaat:
Ilustrasi:
Pemadam kebakaran tidak lari dari api, tapi juga tidak main-main dengan api. Mereka pakai perlindungan, mereka bergerak cepat, dan tujuan mereka jelas: selamatkan orang di dalam. Itulah gambaran ayat 23. Gereja dipanggil bukan jadi penonton kebakaran dosa, tapi tim penyelamat dengan hati yang masih takut akan Tuhan.
Ini berarti: memelihara diri dalam kasih Allah bukan sikap egois “asal aku selamat”. Justru orang yang tinggal dalam kasih Allah akan jadi alat kasih Allah.
Ayat Paralel
Gereja yang dikasihi Tuhan, malam ini bukan sekadar ajaran. Ini panggilan perjanjian.
Siapa di sini yang mau berkata di hadapan Tuhan: “Tuhan, aku tidak mau jadi jemaat penonton lagi. Aku mau memelihara hidupku dalam kasih-Mu. Aku mau kembali bangun imanku. Aku mau pakai hidupku menolong jiwa lain keluar dari api.”
Mari kita respon bukan hanya dengan bibir, tapi dengan hidup. Karena kasih Allah bukan teori; kasih Allah itu rumah tempat kita pulang, pelukan yang tidak lepas, dan janji yang tidak pernah gagal.
Pergi ke laut mencari batu, Batu dipungut simpan di dada. Jangan biarkan kasihmu beku, Peliharalah jiwa dalam kasih-Nya.
“Peliharalah dirimu dalam kasih Allah…” (Yudas 1:21)